NGENTOT DENGAN IBU TIRI KU

NGENTOT DENGAN MAMA TIRI KU

AGEN POKER

Ibu sudah memaklumi Ayah, aku pun sudah tidak pernah mengungkitnya lagi. Hubunganku dengan Ayah, bahkan dengan dua isteri muda Ayah baik-baik saja. Bahkan Ayah menyempatkan diri hadir dalam wisudaku dulu. Isteri kedua ayah, yang berarti ibu tiriku, bernama Juli, tinggal di sebuah perumahan di daerah Bintaro.

AGEN POKER ONLINE

Dari hasil pernikahan dengan Mama Juli (begitu Ayah menyuruhku memanggilnya), Ayah dikaruniai 2 orang anak. Setelah 5 tahun menikah dengan Juli, Ayah kemudian “buka cabang” lagi di Jogja, kali ini dengan seorang janda beranak satu, bernama Sena, yang kupanggil dengan Mama Sena, usianya bahkan hanya terpaut 6 tahun denganku. Sebagai seorang lelaki, aku harus jujur untuk mengacungkan jempol buat Ayah dalam memilih isteri muda. Kedua “gendukan”-nya, meskipun tidak terlalu cantik, namun punya kemiripan dalam hal body, yaitu “toge pasar”. Rupanya selera ayah mengikuti tren selera pria masa kini yang cenderung mencari “susu” yang montok dan goyangan pantat yang bahenol. Dari dua ibu tiriku itu, tentu saja aku lebih akrab dengan Mama Sena, karena selama aku kuliah di Jogja, setiap akhir bulan aku menyempatkan bermalam di rumahnya yang juga lebih sering ditinggali Ayah. Maklum Mama Sena adalah isteri termuda, meskipun berstatus janda.

BANDAR POKER ONLINE

Bagiku sebenarnya sangat canggung memanggil Sena dengan sebutan Mama, jauh lebih cocok kalau aku memanggilnya Mbak Sena, karena usianya memang hanya lebih tua 6 tahun dariku. Wajahnya manis selayaknya orang Jogja, dan yang membuatku betah bermalam di rumahnya adalah “toge pasar” yang menjadi keunggulannya. Suatu saat, ketika aku masih kuliah. Seperti biasa, pada akhir pekan di minggu terakhir, aku membawa sepeda motorku dari kost menuju rumah Ayah dan Mama Sena. Rupanya saat itu Ayah sedang “dinas” ke Jakarta, mengunjungi Mama Juli, sehingga hanya ada Mama Sena dan anaknya dari suami pertamanya yang berusia 5 tahun bernama Yoga. Seperti biasa pula, aku membawakan cokelat buat adik tiriku itu. Saat datang, aku disambut oleh Yoga, sementara ibunya ternyata sedang mandi. Karena belum tahu kalau aku datang, Mama Sena keluar kamar mandi dengan santainya hanya berbalut handuk yang hanya “aspel” – asal tempel. Melihat kehadiranku di ruang tengah, sontak Mama Sena kaget dan salah tingkah. “Eh… ada Mas Kemal..”, serunya sedikit menjerit dan melakukan gerakan yang salah sehingga handuknya melorot hingga perut sehingga payudaranya yang sebesar pepaya tumpah keluar. “Glek..”, aku menelan ludah dan menatap nanar pada ibu tiriku yang bertoket brutal itu. Sayang sekali pemandangan indah itu hanya berlangsung sebentar karena Mama Sena segera berlari ke kamar.

BANDAR POKER

Dadaku berdegup kencang, birahiku langsung naik ke ubun-ubun. Ingin rasanya aku ikut berlari mengejar Mama Sena ke kamarnya, menubruknya dan meremas buah dada pepayanya. Sayang aku belum berani melakukannya. Aku hanya bisa “manyun” sambil bermain dengan adik tiriku sampai akhirnya sang ibu tiri keluar kamar. Tidak tangung-tanggung, dia membungkus tubuh montoknya yang baru saja kulihat toket brutalnya dengan pakaian muslim, lengkap dengan jilbabnya. Mama Sena sehari-harinya memang mengenakan jilbab. Birahiku langsung “watering down”… layu sebelum berkembang. Sebagai pelampiasan, pada saat mandi aku menyempatkan diri untuk masturbasi, kebetulan ada tumpukan pakaian dalam kotor milik Mama Sena di dalam ember. Awalnya aku mengambil bra warna hitam dengan tulisan ukuran 36BB yang mulai memudar. ‘Pantas besar seperti pepaya’ pikirku membayangkan dua buah dada besar milik Mama Sena yang sempat kulihat beberapa waktu lalu. Sambil membayangkan buah dada Mama Sena, aku mengambil celana dalam hitam Mama Sena dan menciuminya. Aroma khas vagina masih tertinggal di sana, mengantarkan masturbasiku dengan sabun mandi sampai akhirnya menyemprotkan sperma di dinding kamar mandi. Sesudah mandi aku menonton TV bersama Mama Sena dan adik tiriku. Kami mengobrol akrab sampai sekitar jam 8 adik tiriku minta ditemani mamanya untuk tidur.

Sebelum menemani anaknya tidur, Mama Sena masuk kamarnya untuk bertukar pakaian tidur baru kemudian masuk kamar anaknya. Setelah anaknya tidur, Mama Sena keluar kamar dengan kostum tidurnya yang sama sekali berbeda dengan kostumnya tadi sore. Pakaian muslimnya yang tertutup berganti dengan gaun tidur warna putih yang meskipun tidak tipis tapi memperlihatkan bayangan lekuk tubuh montoknya, termasuk warna bra dan celana dalamnya yang berwarna ungu. Kontan birahiku langsung naik kembali. “Wow… Mbak Sena cantik sekali”, pujiku tulus terhadap ibu tiriku yang memang tampak cantik dengan gaun tidur putih itu. Rambut panjangnya tergerai indah menghiasi wajah manisnya. “Huss… kalau Bapakmu tahu, bisa dimarahin kamu, panggil Mbak segala”, serunya agak ketus namun tetap ramah. “Bapak lagi ngelonin Mama Lela, mana mungkin dia marah”, pancingku. “Ih, apa sih hebatnya si Lela itu? Aku belum pernah ketemu”, sergah Mama Sena. Nadanya mulai agak tinggi. “Hmm… menurut saya sih… dan Bapak pernah cerita bahwa dia suka buah dada Mama Lela yang besar”, sadar pancinganku mengena, aku segera melanjutkannya. Padahal tentu saja aku berbohong kalau bapak pernah cerita, tapi kalau ukuran buah dada, mana kutahu dengan pasti.

Yang kutahu buah dada Mama Lela memang besar. “Oh ya?… “, benar saja, emosi Mama Sena semakin meninggi. Dadanya ditarik seakan ingin menunjukkan padaku bahwa buah dadanya juga besar. “Bapak kalau di rumah Mama Lela suka lupa diri, pernah mereka ML di dapur, padahal waktu itu ada saya”, cerita bohongku berlanjut,”mereka asyik doggy style dan tidak sadar kalau saya melihat mereka”. “Gila bener… pasti si Lela itu gatelan dan tidak tahu malu ya?”, sergah Mama Sena dengan emosi. “Apanya yang gatelan Mbak?”, tanyaku. “Ya memeknya…. “, karena emosi, Mama Sena sudah tidak peduli omongan jorok yang keluar dari mulutnya,”pasti sudah kendor tuh memeknya si Lela!” “Kalau punya Mbak pasti masih rapet ya?”, tantangku. “Pasti dong… saya kan baru punya anak satu”, kilahnya,”…dan saya kan sering senam kegel, Bapakmu gak akan kuat nahan sampai 5 menit, pasti KO”. “Ya lawannya udah tua…, pasti Mbak menang KO terus”, aku terus menyerang sambil menghampiri Mama Sena sehingga kami duduk berdekatan. “Maksudmu apa Kemal?”, Mama Sena mulai mengendus hasratku. Matanya membalas tatapan birahiku pada dirinya. “Sekali-kali Mbak harus uji coba dengan anak muda doong”, jawabku enteng sambil tersenyum. “Welehh… makin berani kamu ya?…”, tangannya menepis tanganku yang mulai mencoba menjamah lengannya. “Enggak berani ya Mbak?”, tantangku semakin berani,”melawan anak muda?”.

Gendeng kamu… aku ini kan ibu tirimu”, katanya berdalih. “Ibu tiri yang cantik dan seksi”, puji dan rayuku. “Gombal kamu”, serunya dengan wajah agak merah pertanda rayuanku mengena. “Mbak Sena…”, aku terus berusaha,”coba bayangkan Bapak sedang ML sama Mama Lela sekarang dan sementara Mbak Sena ‘nganggur’ di sini”. “Terus?…”, pancingnya. “Ya… saya bisa memberikan sentuhan dan kepuasan yang lebih buat Mbak daripada yang diberikan Bapak…”, kataku persuatif. “Kamu sudah gila Kemal”, ibu tiriku masih nyerocos, namun tangannya kini tidak menolak ketika kupegang dan kuarahkan ke penisku yang sudah mengeras. “Mungkin saya memang gila Mbak, tapi Bapak lebih gila, mungkin dia sekarang sedang nyedot susunya Mama Lela yang besar… atau mungkin sedang jilat-jilat memeknya”, aku terus membakar Mama Sena. “Huh… Bapakmu enggak pernah jilat memek, ngarang kamu..”, sergahnya. “Oh ya?… tapi dia pernah cerita kalau di hobby sekali menjilat memek Mama Lela..”, aku terus berbohong sementara tanganku sudah aktif menarik rok Mama Sena ke atas sehingga kini pahanya yang montok dan putih sudah terlihat dan kubelai-belai. “

Kamu bohong…”, katanya pelan, suaranya sudah bercampur birahi. “Ih… bener Mbak, Bapak suka cerita yang begitu pada saya sejak saya kuliah di kedokteran”, ceritaku. “Awalnya Bapak ingin tahu apakah klitoris Mama Lela itu normal atau tidak, karena menurut Bapak, klitoris Mama Lela sebesar jari telunjuk”. Tanganku semakin jauh menjamah, sampai di selangkangannya yang ditutup celana dalam ungu. Mama Sena sedikitpun tidak memberi penolakan, bahkan matanya semakin sayu. “Stop Kemal, jangan ceritakan lagi si Lela sialan itu…,” pintanya,”Kalau tentang aku, Bapakmu cerita apa?” “Eh… maaf ya Mbak… kata Bapak, memek Mbak agak becek…”, kataku bohong,”Pernah Bapak bertanya pada saya apakah perlu dibawa ke dokter”. “Sialan Bapakmu itu… waktu itu kan cuma keputihan biasa”, sergah Mama Sena. Bagian bahwa gaun tidur putihnya sudah tersingkap semua, memperlihatkan pahanya yang montok dan putih serta gundukan selangkangannya yang tertutup kain segitiga ungu. Sungguh pemandangan indah, terlebih beberapa helai pubis (jembut) yang menyeruak di pinggiran celana dalamnya. “Hmm… coba saya cek ya Mbak…”, kataku sembari menurunkan wajah ke selangkangannya. “Crup…”, kukecup mesra celana dalam ungu tepat di tengah gundukannya yang sudah tampak sedikit basah.

Tersibak aroma khas vagina Mama Sena yang semakin membakar birahiku. Dengan sedikit tergesa aku menyibak pinggiran celana dalam ungu itu sehingga terlihatlah bibir surgawi Mama Sena yang sudah basah… dikelilingi oleh pubis yang tumbuh agak liar. “slrupp…. slrupp..”, tanpa menunggu lama aku sudah menjulurkan lidahku pada klitoris Mama Sena dan menjilatnya penuh nafsu. Mama Sena menggelinjang dan meremas kepalaku,”Kamu…kamu bandel banget Kemal….okh… okh…”. “Kenapa saya bandel Mbak… slruppp…”, tanyaku disela serangan oralku pada vagina Mama Sena. “Okh…kamu… kamu menjilat memek ibu tirimu…Okhhh….edannn… kamu apakan itilku Kemal…??”, teriaknya ketika aku mengulum dan menyedot klitorisnya. Kini 100% aku sudah menguasai Mama Sena. Wanita itu sudah pasrah padaku, bahkan dia membantuku melucuti celana dalamnya sehingga aku semakin mudah melakukan oral seks. Sambil terus menjilat, aku memasukkan jari telunjukku ke liang vaginanya yang sudah terbuka dan basah. “Oooohh…. edannn…. enak Kemal…”, jeritnya sambil menggelinjang, menikmati jariku yang mulai keluar masuk liang vaginanya. Bahasa tubuh Mama Sena semakin menggila tatkala jari tengahku ikut ‘nimbrung’ masuk liang kenikmatannya bersama jari telunjuk.

Maka tak sampai 5 menit, aku berhasil membuat ibu tiriku berteriak melepas orgasmenya. “Okh….. edannn….aku puassss….okh…..”, tubuh Mama Sena melejat-lejat seirama pijatan dinding vaginanya pada dua jariku yang berada di dalamnya. Setelah selesai menggapai orgasmenya, bahasa tubuh Mama Sena memberi sinyal padaku untuk dipeluk. Akupun memeluk dan mencium bibirnya dengan mesra. Dia membalas ciumanku dengan penuh semangat. “Enak kan Mbak?”, tanyaku basa-basi. “He’eh…”, dia mengangguk dan terus menciumiku. “Tapi saya belum selesai periksanya lho Mbak…,” kataku manja. “He3x… kamu benar-benar calon dokter yang bandel Kemal…,” dia terkekeh senang,”Kamu mau periksa apa lagi heh?” “Periksa yang ini Mbak…”, kataku seraya meremas buah pepaya yang masih terbungkus gaun tidur dan bra. “Ohh… iya tuh… sering nyeri Dok…”, candanya,”minta diremas-remas… he3x…”. Sejenak kemudian Mama Sena sudah melucuti gaun tidurnya dan mempersilahkanku untuk membuka bra ungunya yang tampak tak sanggup menahan besar buah dadanya. “Hmmm… slrupp… “, dengan penuh nafsu aku segera menciumi buah dada besar itu dan mengulum putingnya yang juga besar. Warna putingnya sudah gelap menghiasi buah dadanya yang masih lumayan kencang. ‘Pantas Bapak ketagihan’ pikirku sambil terus menikmati buah dada impianku itu. “Kemal….”, panggil Mama Sena mesra,”Mana kontolmu?… ayo kasih lihat ibu tirimu ini, hi3x…”. Aku segera menurut dan menanggalkan celana panjang dan sekaligus celana dalamku, memperlihatkan batang penisku yang dari tadi sudah mengeras dan mengacung ke atas. “woww… lebih besar punya kamu Mal… daripada punya Bapakmu”, puji Mama Sena seraya menggenggam penisku. Sejenak kemudian ibu tiriku sudah mengemut penisku penuh nafsu. “Weleh….

udah kedut-kedut kontolnya… minta memek ya?”candanya,” Sini… masuk memek Mama…” Mama Sena mengangkang, membuka pahanya lebar-lebar di sofa tengah, membuka jalan penisku memasuki liang surgawinya yang sudah becek. Setelah penisku melakukan penetrasi, kedua kakinya dirapatkan dan diangkat sehingga liang vaginanya terasa sempit, membuat penisku semakin ‘betah’ keluar masuk. Seperti promosinya di awal, Mama Sena mengerahkan kemampuannya melakukan kontraksi dinding vagina (kegel) sehingga penisku terasa terjepit dan terhisap, namun seperti sudah kuduga, aku bukan tipe yang mudah dikalahkan. Aku bahkan balik menyerang dengan mengusap dan memijit klitorisnya sambil terus memompa vaginanya. “Okh… kamu sudah ahli ya Kemal?…. kamu sering ngentot ya…?”, Mama Sena mulai mengelinjang-gelinjang lagi, menikmati permainan penis dan pijatan pada klitorisnya. Semakin lama aku rasakan dinding-dinding vaginanya semakin mengeras pertanda dia sudah dengan dekat orgasme keduanya. Aku semakin mempercepat kocokan penisku pada vaginanya, berupaya meraih orgasme bersamaan. “Mbak… saya semprot di dalam ya?..” tanyaku basa-basi. “Semprot Kemal…okh… semprot aja yang banyak…okh….” Mama Sena terus mendesah-desah, wajahnya semakin mesum. Akhirnya dia kembali berteriak. “Okhhh….. ayo…. okh…. semprot Kemal… semprot memek Mama….”, jeritan jorok, wajah mesumnya dan sedotan vaginanya membuatku juga tidak tahan lagi. “Yesss…..yess….”, akupun menjerit kecil menikmati orgasmeku dengan semprotan mani yang menurutku cukup banyak ke dalam rahim Mama Sena, ibu tiriku. Orgasme yang spektakuler itu berlangsung hampir menit dan disudahi lagi dengan pelukan dan ciuman mesra. “Terima kasih Kemal…,” katanya mesra,”Enak banget, hi3x….” 

Sama-sama Mbak, nanti saya kasih obat anti hamil…”, jawabku sambil melihat lelehan maniku di vaginanya. “Hi3x… enggak apa lagi… tapi peju kami memang banyak banget nihhh…hi3x…” Mama Sena terkekeh girang melihat lelehan mani putihku di vaginanya. “Kapan-kapan pakai kondom ya…. mahasiswa kedokteran kok enggak siap kondom, hi3x….” candanya. “Yaa… saya kan alim Mbak… he3x…” “Ha3x…. bohong banget, kamu jago gitu… pasti udah sering ngentot ya?…”, tanyanya penuh keingintahuan. “Pernah sih sekali dua kali… waktu main di Jakarta…” kataku jujur sambil mengingat PSK di panti pijat yang pernah kudatangi di Jakarta. “Jakarta?… heeee…. jangan2x… kamu…. main sama Lela sialan itu, iya???” sorot matanya berubah, agak emosi,”pantes kamu cerita buah dada Lela besar, klitorisnya juga besar… jangan2x kamu sudah main sama Lela juga ya?….” “Enggak Mbak…. bukan sama Mama Lela… sumpah!” seruku berkilah. “Awas kamu kalau main sama Lela…” serunya dengan nada cemburu. Wajahnya yang mesum tampak manja. “Saya janji tidak akan main sama Mama Lela kalau Mbak rutin kasih jatah saya…he3x….”, pintaku manja. Mama Sena memeluk dan menciumku mesra,”Baik… kalau Bapak enggak ada, aku SMS aku ya….” “Siip… saya bawa kondom deh…he3x….” kataku girang. Kami bermesraan sampai akhirnya

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

komentar
27 Maret 2018 pukul 22.56 delete

JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI

HUBUNGI KONTAK Kami
BBM : D8E23B5C
WHAT APPS : +85581569708
LINE : togelpelangi
WE CHAT : togelpelangi
LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET

Ayo coba keberuntungan anda
jutaan rupiah menunggu anda

Reply
avatar

 photo aparesizedimage_zpsczw47wvm.gif
 photo bresizedimage.php__zpsqrtjnli3.gif
 photo aresizedimage.php__zpse8nuhapa.gif